APAKAH SETIA HATI ITU ?




                   Makna
Setia Hati mengandung arti dan makna : Diri Setia Kepada Hati-Sanubari, Sedangkan Hati Sanubari fungsinya selalu menghadap kiblat kepada TUHAN YANG MAHA ESA. Secara singkat ringkas : Yang dimaksud dengan Diri ialah totalitas atau keseluruhan utuh bulat daripada badan wadag atau jasad dengan segala alat kelengkapannya, seperti pancaindera, akal pikiran,kehendak keinginan, hawa nafsu dan lain sebagainya. Badan wadag atau jasad dengan kelengkapannya itu kait mengkait, isi mengisi, serap menyerap satu sama lain mewujudkan suatu sifat atau perbuatan secara utuh. Adapun Hati Sanubari ialah Kalbu, Sukma, Rosing Roso, Rasa Jati, Hati Nurani atau Pribadi. Kata Setia mengandung arti : Tidak mau dipisahkan betapapun situasi dan kondisinya. Ikhlas berkorban demi kesetiaannya menurut kehendak, yang dilimpahi kesetiaannya secara mutlak. Kesetiaan itu pada dasarnya berlandasan cinta kasih dan kasih sayang yang mendalam. Diri Setia Kepada Hati Sanubari disini berarti Diri yang sudah bersatu manunggal dengan Hati Sanubari berkiblat kepada Yang Maha Kuasa.



                  Hakikat
(1)   Yang disebut Diri itu sesungguhnya apa dari  manusianya, jadi merupakan obyek belaka, bukan subyek. Dengan kata lain Diri adalah yang digunakan, bukan yang menggunakan; yang digerakkan, bukan yang menggerakkan; yang diwisesa bukan yang misesa. Bandingkan : apa-nya yang melihat, dengan Siapa yang melihat Dengan demikian Diri berfungsi hanya sebagai (pra) sarana belaka.
(2)   Adapaun yang disebut Hati Sanubari, Pribadi, Rosing Rasa merupakan Siapa atau Subyek daripada manusia-nya. Dengan demikian jadi yang menggunakan, yang menggerakkan, yang mengaku, yang misesa. Akan merupakan kesalahan yang besarlah, jikalau yang sesungguhnya obyek dianggap atau diperlakukan sebagai subyek, dan sebaliknya yang sesungguhnya subyek diperlakukan dan dianggap hanya sebagai obyek. Diibaratkan : Sebuah pensil membuat tulisan. Sesungguhnya pensil itu hanya suatu benda/alat – sarana yang digerakkan untuk membuat tulisan. Pensil baru dapat bergerak dan menulis kalau digerakkan atau dituliskan. Pensil tidak akan dapat bergerak dan menulis sendiri tanpa adanya yang menuliskan. Tulisannyapun sesngguhnya bukan kepunyaan pensil, akan tetapi kepunyaan yang menuliskan. Tidakkah merupakan kesalahan besar, jikalau pensil itu menyatakan Saya menulis sendiri, dan tulisan ini tulisanku. Hati Sanubari berisikan rasa pangrasa yang halus dan mendalam dan menjadi sarana Tuhan untuk Menyatakan Diri dalam Wahyu atau Sasmitanya. Oleh karenanya Hati Sanubari seolah-olah berfungsi sebagai Duta Besar Berkuasa Penuh untuk ke Tuhan dan dari Tuhan. Jikalau Diri sudah bersatu manunggal dengan Pribadi dan Diri berbuat menurut dan selaras dengan Hati Sanubari, maka manusia yang memiliki diri itu adalah pelaku-bulat Illahi dan dapat disebut manusia utuh-bulat, manusia pari-purna. Inilah tujuan persaudaraan Setia Hati, membimbing para kadang menjadi insane S.H. sejati yang selalu hidup didalam Tuhan. Sudahkah kadang-kadang S.H. merasa menjadi insane/manusia S.H. sejati.

Manifestasi
  Perwujudan / manifestasi SETIA-HATI yang kami lihat dan kami ketahui pada umumnya masih terbatas pada perwujudan dalam bentuk Pencak Silat, jadi masih terbatas pada sinar, belum pada matahari-nya, masih terbatas pada Diri, belum sampai pada pribadi-nya ; dengan kata lain belum sampai kepada hakekat daripada SETYA-HATI..
   PENCAK-SILAT S.H. dalam fungsinya untuk mempertahankan dan membela diri adalah salah satu sarana memperoleh keselamatan, keamanan dan ketentraman hidup. Yang dimaksud dengan keselamatan, keamanan dan ketenteraman lahir bathin menuju pada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.
   Keselamatan yang beraspek lahir diusahakan  dengan melatih dan mengolah diri, sedang keamanan dan ketenteraman yang beraspek bathin perlu diusahakan dengan melatih pribadi. Pencak-Silat S.H.sesungguhnya tidak bisa dan tidak boleh dipisahkan dari jiwa pribadi S.H., seperti halnya dengan sinar matahari dari matahari atau sebaliknya matahari dari sinarnya. Begitu pula  rasa manis dari madu atau sebaliknya madu dari rasa manis-nya. Kedua-duanya mewujudkan dwi-tunggal, dua eksistensi yang menyatu-manunggal, mewujudkan satu keutuhan bulat, satu totalitas.
    Oleh karenanya tiada tepat dan lengkaplah, mempelajari PENCAK-SILAT S.H. tanpa memperdalam JIWA–PRIBADI S.H. atau sebaliknya memperdalam JIWA-PRIBADI S.H. tanpa memahami PENCAK-SILAT S.H.

1 komentar:

  1. Kadang kita bicara SETIA HATI namun kita masih saja di kelabui olh perut dan pikiran .. tp baguslah itu merepakan pedoman buat kita tuk belajar diri . Mks

    BalasHapus