a. Bagi kadang-kadang S.H. Sendiri Sebagai
Seseorang / Individu.
(1) Perjalanan hidup seseorang pada umumnya
selalu terombang-ambing oleh pasang surut gelombang kehidupan. Entah itu diakui
sebagai cobaan atau sebagai ujian hidup. Gelombang itu bisa diakui
menjadi kawan atau lawan tergantung pada kekuatan ,
keseimbangan dan keselarasan diri-pribadi
menentukan sikap dalam menghadapi gelombang yang merupakan tantangan hidup itu. Jika gelombang atau ujian hidup itu membawa suka diakui sebagai kawan, Sebaliknya jika menimbulkan duka atau kecewa, dianggap
sebagai lawan. Padahal kesemuanya
prose situ tiada terlepas dan berada dalam TATA WISESA TUHAN sesuai
dengan KODRAT (KUASA) dan IRADAT (KARSA) TUHAN. Oleh karena itu, barang
siapa selalu dalam Hukum Tuhan,
menyelaraskan tiap kehendak dan perbuatannya dengan Kodrat dan Iradat Illahi, dia niscaya akan aman-tenteram selamat-sejahtera lahir-bathin.
(2) Dalam
hubungan ini SETYA-HATI membantu membimbing kadang-kadang mencapai tuuan
tersebut dengan mengusahakan latihan-latihan untuk dapat menguasai kekuatan
jasmaniah dan kekuatan rokhaniah dengan latihan-latihan olah raga dan olah
jiwa. S.H. berkeyakinan, bahwa
gerak-mobah-molah insane itu bertujuan :
(a)
mempertahankan diri pribadi.
(b)
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (lahir-bathin)
(c) kembali kepada SUMBER-nya (sesempurna-sempurnanya)
(3) Dalam
pada itu perlu diinsyafi pula, bahwa apa yang disebut tantangan hidup itu bisa bersifat lahiriah jadi kasat mata, atau bisa bersifat bathiniah yangg tidak kasat mata. Tantangan hidup yang kasat mata
mungkin berpa penyakit atau berwujud oknum yang ingin menyerang atau
mencelakakan kita, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan
menggunakan yang disebut kekuatan hitam
(black magic). Tantangan hidup yang
tidak kasat mata biasanya berupa kehendak-keinginan atau fikiran-fikiran dan
gagasan-gagasan yang diprakarsai oleh hawa nafsunya sendiri. Betapapun bentuk
atau wujud daripada tantangan-tantangan
itu, kita tidak perlu dan tidak boileh cemas, asalkan kita sendiri memiliki dan
menguasai kekuatan jasmaniah dan rokhaniah yang sepadan atau melebihi.
(4) Oleh karena itu setiap insane S.H.
diwajibkan memahami PENCAK-SILAT S.H. dan menguasai KEROHANIAN S.H. dengan
melakukan latihan-latihan secara teratur, terarah dan tekun. Tiap latihan harus
dikerjakan dengan teliti, betul sampai tutug. Jiwa pribadi sebagai subyek atau yang mengaku dan misesa perlu selalu disiap-siagakan menghadapi
segala kemungkinan rintangan atau tantangan yang tidak kasat-mata, sedang diri
yang melingkupi jasad dan alat kelengkapannya perlu pula dilatih, agar
menguasai daya kekuatan dan memiliki kemampuan serta ketrampilan
menghadapi segala kemungkianan tantangan yang kasat-mata. Dengan jalan
menghayati ajaran-ajaran termaksud di atas, diharapkan setiap insane S.H. akan
berhasil mencapai suasana aman, tenteram
sentausa, selamat sejahtera, lahir bathin.
b. Kegunaan S.H.Bagi Para Kadang Dalam Ikatan
Organisasi
(1)
Insan-insan S.H. yang merasa mempunyai ikatan tali
persaudaraan SETYA-HATI dalam arti DIRI SETIA KEPADA HATI SANUBARI, ber-JIWA
PRIBADI S.H. serta ber-PENCAK-SILAT S.H. sudah selayaknya merasa merupakan satu
rumpun, RUMPUN S.H.
(2) SETYA-HATI
harus dapat dirasakan sebagai Suh /
simpai atau suatu alat-pengikat untuk menghimpun dan mengatur secara
organisasi yang baik dan teratur, agar bisa menunjukkan partisipasinya sebagai
potensi yang tidak boleh diabaikan begitu saja dalam pembangunan, khususnya
dibidang mental-spiritual. Ikatan bathin dengan jiwa-pribadi S.H., ikatan lahir
dengan Pencak-Silat S.H. dalam suatu organisasi yang baik dan teratur sebagai
wadah atau sarana, dimana para kadang ber-silih-asah, silih asuh, silih asih. Masing-masing dapat mencerdaskan, mengasuh
hingga timbul rasa cinta-kasih dan kasih saying satu sama lain.
c.
Kegunaan S.H Bagi Kemanusiaan
(1) SETYA-HATI
bermaksud memberikan bimbingan kepada kadang-kadang S.H. kerarah DIRI SETYA
KEPADA HATI-SANUBARI, karena jika DIRI sungguh-sungguh sudah setya kepada Hati
Sanubari, maka dia tidak mau lepas atau terpisah dari Hati –Sanubari. Ini
berarti baahwasanya DIRI dengan PRIBADI
sudah menjadi satu-manunggal, lingkup-melingkupi dan serap-menyerapi.
Manusianya sungguh-sungguh mewujudkan suatu totalitas, suatu keutuhan bulat.
Manusianya sunggh-sungguh dapat disebut PELAKU
BULAT daripada SUBYEK MUTLAK,
TUHAN YANG MAHA ESA. Ajaran-ajaran
tersebut pada dasarnya beraspek Universil,
untuk seluruh umat manusia, tidak semata-mata hanya dikhususkan bagi
kadang-kadang S.H. saja.
(2) Kembali kepada masalah hati-sanubari
atau pribadi. Tidak dapat disangkal lagi, bahwasanya landasan untuk ber-iman dan memantapkan iman kepada
TUHAN ialah hati-sanubari masing-masing. Hati-sanubarilah yang dapat mewjudkan
gerak-mobah-molah, perbuatan atau pakarti adil, jujur, benar, tepa-sarira dan
membawa seseorang ke rasa-pangrasa
yang halus mendalam. Sesungguhnya rasa
inilah yang disebut rasa KETUHANAN atau rasa KASUKSMAN. Rasa ini mengantar kita
ke rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
serta budi pekerti luhur.
(3) Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya,
jikalau yang disebut hati-sanubari
atau pribadi itu dianggap berfungsi
seolah-olah sebagai DUTA BESAR BERKUASA PENUH untuk sampai ke TUHAN dan dari
TUHAN, disamping fungsinya sebagai SARANA TUHAN untuk MENYATAKAN DIRI dalam
WAHYUNYA. Dengan Diri, setya kepada
Hati-Sanubari maka Diri sudah
satu-manunggal dengan Pribadi. Diri
dengan pribadi sudah lingkup-melingkupi, serap-menyerapi. Dengan demikian diri sudah tidak menjadi tirai atau warana/aling-aling lagi antara pribadi
dengan TUHAN PENCIPTANYA. Dalam hubungan ini diri bahkan dapat menjadi
tombol (schakelaar B.Bda) antara pribadi
dengan GUSTI. Ular-ular seperti tersebut
diatas bisalah kiranya digunakan sebagai salah satu unsure landasan dalam
tatakehidpan ber-PANCASILA demi memantapkansukses-nya “PEMBANGUN-AN BANGSA DAN
NEGARA REPBLIK INDONESIA”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar